Home Berita Dalam Negeri Hukum Wanita Haid Membaca Al-Qur’an Dalam Madzhab Syafii

Hukum Wanita Haid Membaca Al-Qur’an Dalam Madzhab Syafii

67


Aturan Wanita Haid Membaca Al-Qur'an Dalam Madzhab Syafii
Ilustrasi.(Freepik)

SALAH satu halangan perempuan muslim atau muslimah dalam beribadah yaitu haid. Salah satu ibadah yang dilarang atas muslimah yang haid yaitu membaca Al-Qur’an.

Lantas bagaimana jika seorang wanita haid membaca Al-Quran dengan alasan murajaah atau mengulang hafalan karena takut lupa? Memang ada sejumlah pendapat ulama dalam hal ini. Berikut uraiannya sebagaimana dilansir dari @12_maulud dan @alkhofiqi_.

Pendapat pertama

Mayoritas ulama melarang wanita yang sedang haid membaca Al-Qur’an, meski dengan alasan murajaah dan takut lupa. Larangan ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang yang sedang haid dan junub tidak (dibolehkan) membaca apapun dari Al-Qur’an.” (HR At-Tirmidzi).

Baca juga : Hukum Membaca Al-Fatihah pada Waktu Tertentu

Pendapat ini dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’. “Menurut madzhab kami (Syafiiyah) haram hukumnya bagi seorang yang sedang junub ataupun haid membaca Al-Qur’an, baik dalam jumlah yang sedikit ataupun banyak, bahkan sebagian ayat sekali pun. Pendapat inilah yang diusung oleh mayoritas ulama.” (Majmu’ Syarh al-Muhadzab).

Menurut pendapat ini, alasan murajaah bukanlah alasan kuat yang dapat menjadi alasan wanita haid boleh membaca Al-Qur’an. Itu semua karena dua hal.

Dulu, masa menstruasi biasanya hanya berlangsung selama 6-7 hari. Tidak menjadi masalah bagi seorang penghafal Al-Qur’an jika ia tidak melakukan murajaah dalam kurun waktu tersebut.

Baca juga : Imam Syafii Wafat, Muncul Aliran Khurasan dan Irak

Kedua, masih ada cara menjaga Al-Qur’an bagi orang haid selain dengan cara membaca, seperti mendengarkan dan membaca dalam hati. Imam Nawawi meneruskan komentarnya dalam kitab Al-Majmu’.

“Adapun kekhawatiran akan lupa (pada hafalan) ialah sesuatu yang jarang terjadi karena masa haid yang biasanya hanya enam sampai tujuh hari cenderung tidak sampai menyebabkan lupa. Selain itu kehawatiran tersebut dapat teratasi dengan membaca Al-Qur’an di dalam hati.” (Majmu’ Syarh Al-Muhadzab).

Pendapat kedua

Hanya, menurut sebagian ulama, keharaman membaca Al-Qur’an bagi orang haid itu jika dia membaca dengan niat. Jika dia membaca karena tujuan yang lain seperti niat membaca zikir, doa, tabaruk, dan tahaffudz (menjaga diri), hukumnya boleh.

Baca juga : Gandeng Muslim Chechen, Putin Cium Al-Qur’an di Masjid Chechnya

Hal itu dijelaskan dalam kitab I’anatuth Talibin. Kesimpulannya, jika bacaannya hanya dengan niat Al-Qur’an atau dengan niat lain seperti dzikir, maka hukum membacanya haram. Dan jika hanya dzikir, doa, tabaruk, perawatan diri, atau tidak. menaati apapun, (hukum membacanya) tidak Karena ketika ada aspek lain, maka bacaan yang dibacanya tidak lagi disebut Al-Qur’an seperti Surat Al-Ikhlas.

Nah itu bisa dipraktikkan ketika wanita haid membaca tahlil, Al-Fatihah, dan wirid-wirid, meskipun di dalamnya ada beberapa ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi dari awal jelas ia bermaksud untuk berzikir, berdoa, atau menjaga diri dengan bacaan-bacaan tersebut, bukan berniat membaca Al-Qur’an.

Imam Ramli bahkan memiliki fatwa yang cukup unik terkait masalah ini. Dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal dijelaskan hal terkait.

Baca juga: Doa Nabi dan Rasul dalam Al-Qur’an

Syekh Khatib menyatakan bahwa Imam Ramli mengeluarkan fatwa jika seseorang yang sedang junub (atau sedang haid) membaca seluruh Al-Qur’an tanpa menaatinya sebagai Al-Qur’an, maka hukumnya boleh. Pendapat ini bersifat final. Berbeda dengan fatwa yang dikeluarkan Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshori.

Namun, yang perlu digarisbawahi di sini yaitu apa bisa orang haid yang murajaah Al-Qur’an mengamalkan pendapat tersebut? Imam Suyuthi dalam kitabnya Al-Hawi Lil Fatawi memiliki pendapat.

“Ketika yang dibaca adalah surat Al-Kahfi secara lengkap, maka sulit sekali menggambarkan ketaatannya selain Al-Qur’an. Niat selain Al-Qur’an hanya bisa digambarkan bila yang dibaca adalah surat Al-Kahfi. hanya satu ayat atau mirip dengan satu ayat. Jika yang dibaca satu huruf penuh, maka niat selain Al-Qur’an sangat tidak terlukiskan mengingat kata-katanya dirancang khusus untuk bacaan (dibaca sebagai Al-Qur’an).

Pendapat ketiga

Pendapat terakhir dan paling ringan datang dari Ibnu Mundzir dan lain-lain yang menyatakan bahwa wanita yang sedang haid boleh membaca Al-Qur’an secara mutlak tanpa syarat apapun.

Dalam Al-Majmu’, Imam Nawawi menyebutkan, “Imam Daud berpendapat bahwa orang yang sedang junub atau sedang haid boleh membaca Al-Qur’an. Pendapat ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Musayyab. Pendapat ini juga dikatakan oleh Qadli Abu Al-Thayyib, Ibnu Shabbagh, dan ulama lainnya. Imam Ibnu Al-Mundzdir juga memilih pendapat itu.”

Kesimpulannya, masalah membaca Al-Qur’an bagi orang haid termasuk masalah khilafiyah. Ada yang mengharamkan, ada juga yang memperbolehkan dalam keadaan tertentu. Ini yang mendasari perbedaan kebijakan para pengasuh di pondok-pondok tahfiz. Semua pendapat di atas benar, jadi terserah kita, khususnya perempuan, memilih pendapat yang diyakini. (Z-2)



Source link